BOOK REVIEW #THE KITE RUNNER

Rieska A
4 min readJun 6, 2020

--

source : @thebooknerd.s on instagram

“Hanya ada satu dosa. Mencuri. Saat membunuh seseorang, kau mencuri hidupnya. Kau mencuri hak istrinya untuk memiliki suami, merampas hak anak-anaknya untuk memiliki ayah. Jadi, semua dosa berujung pada pencurian. Dan saat kau berbohong, kau mencuri hak orang lain untuk mengetahui kebenaran. Mengerti?” — Baba Jan, hlm. 21

Novel setebal 372 halaman yang berhasil menguras emosi sekaligus air mata tersebut menceritakan kehidupan dua anak yang tumbuh bersama di Kabul, Afghanistan. Amir dan Hassan, dua anak yang jelas-jelas memiliki strata sosial yang berbeda. Amir adalah anak Baba Jan, orang yang cukup terpandang di Kabul karena keberhasilannya dalam berbisnis. Hassan adalah anak dari Ali, seorang pelayan rumah Baba Jan — yang juga merupakan teman masa kecil Baba Jan. Dua anak yang sekaligus memiliki perbedaan etnis. Amir terlahir sebagai seorang Pastun, suku yang dihormati di Afghanistan dimana memiliki kecenderungan memeluk islam suni. Hassan, seorang hazara — pemeluk syiah yang dianggap sebagai suku paling hina sehingga kerap dijadikan bahan olok-olokan. Namun, di antara disparitas tak abis jarak tersebut, ada satu kesetaraan di antara mereka berdua; sama-sama hidup tanpa dipeluk kasih sayang seorang ibu.

Amir dan Hassan menghabiskan masa kecil bersama. Bermain layang-layang, ketapel, memanjat pohon, membaca buku — dalam kasus ini, Hassan hanya mendengar cerita Amir karena ia tuna aksara. Hingga suatu hari mereka bertemu Assef, seorang teman sebaya yang paling ditakuti anak-anak di Kabul. Assef menanam dalam pandangan superioritas suku Pastun dan inferioritas suku Hazara. Baginya, Hazara harus dimusnahkan dari bumi Afghanistan. Assef sangat membenci Amir, bagaimana mungkin seorang Pasthun mau berteman dengan Hazara kotor seperti Hassan? Sedih banget pas baca part ini xixi, Amir bilang bahwa Hassan tentu bukan seorang teman, ia menganggapnya tidak lebih hanya seorang pelayan rumah. Amir, hiprokrit dan pengecut. Alih-alih membenci Amir, Hassan justru menyelamatkannya dari Assef dengan bekal ketapelnya. Hassan, tulus dengan pengabdian tanpa cela. Walaupun sungguh, pembelaan itu justru menjadi embrio dimana semua hal-hal buruk bermula.

Tepat pada tahun 1975, kompetisi laying-layang diadakan. Amir dan Hassan tentu sangat bersemangat. Amir, yang mengalami krisis perhatian oleh ayahnya sendiri merasa perlu untuk memenangkan pertandingan itu. Berharap, semuanya akan merubah hubungannya dengan Baba Jan selayaknya anak dan bapak. Baba Jan selalu berharap Amir tumbuh menjadi anak yang pemberani, mewarisi sifatnya yang sangat benci pada kesewenang-wenangan. Tapi, Amir memang tidak tumbuh menjadi anak dengan segala kesempurnaan yang Baba Jan inginkan. Sifat menuntut yang sebaiknya tidak dimiliki oleh orang tua manapun.

Dalam kompetisi tersebut, layang-layang yang berhasil bertahan paling akhir akan menjadi pemenangnya. Amir berhasil mempertahankan layang-layangnya hingga menjadi satu-satunya layangan yang berkibar di langit. Sesuai tradisi, layang-layang yang jatuh harus dikejar. Hassan selalu menjadi pengejar layang-layang yang paling hebat. Ia bisa tau dimana layang-layang itu akan jatuh tanpa perlu terus-terusan mendongkak ke atas. Amir dan Hassan berpelukan setelah tau mereka memenangkan kompetisi itu. Larut dalam kebahagian sebelum mereka sadar bahwa Hassan harus segera mengejar layang-layangnya. Hassan berteriak sambil berlari,

“Untukmu, ke-seribu kalinya” — — pecah nangis banget.

Kompetisi layang-layang itu menjadi awal dari perpisahan mereka. Bencana yang tak terukur setelah berhasil mengusir Assef dengan ancaman ketapel. Hassan berhasil mengejar layang-layangnya, namun sesuatu terjadi padanya. Sesuatu yang terjadi di pojok pasar. Sesuatu yang terjadi ketika Amir berhasil menemukan Hassan dan hanya mampu mengintip nanar kejadian itu. Kejadian yang tidak akan dibayangkan oleh anak manapun. Kejadian yang kembali membuktikan bahwa Amir adalah anak yang tumbuh besar dengan rasa takut dan egoisme. Ia memilih lari, membawa satu dosa besar yang akan melahirkan dosa-dosa baru. Pulang, dengan disusul Hassan yang berhasil membawa layang-layang biru untuknya. Bukti kemenangan untuk Babanya.

Setelah kejadian itu, Amir memilih memendam diri larut dalam buku-bukunya. Mengindari Hassan tentunya, walaupun bocah itu sendiri juga agaknya menjadi sangat pendiam. Amir berhasil merubah hubungan dengan babanya setelah memenangkan kompetisi itu. Kemudian, sebuah dosa yang tumbuh dari dosa besar itu lahir. Menjadikan Hassan dan Ali pergi dari rumahnya. Sekuat tenaga baba meminta mereka bertahan, tetapi keduanya tetap pergi. Memikul pengetahuan bahwa mereka berdua telah mengetahui apa yang Amir perbuat.

Selang beberapa tahun, musibah datang. Rusia berhasil menduduki Afghanistan. Semua porak poranda, orang yang dianggap tidak pro pada komunisme dibantai tanpa ampun. Amir dan Baba Jan memutuskan untuk melarikan diri ke Amerika. Singkat cerita, mereka berhasil sampai ke Amerika Serikat. Hidup damai di San Jose dengan hubungan keduanya yang semakin harmonis. Singkatnya, kemudian Amir berhasil menemukan tambatan hati yang bernama Soraya. Anak seorang angkatan militer teman Baba Jan. Dalam cerita ini, Baba Jan sakit keras dan kemudian meninggal. Terkubur bersama rahasia besar yang tidak ia sampaikan kepada Amir. Merenggut hak Amir untuk mengetahui kebenaran.

Sampai kemudian, Rahim Khan, seorang teman Baba Jan sekaligus seseorang yang cukup berarti untuk Amir memberitahu semua. Membawakan Amir sepucuk surat dari Hassan, dengan tulis tangannya sendiri yang sangat tulus. Dengan memanggil Amir masih sebagai sahabat terbaik. Bertanya kabar dan berharap Amir dalam keadaan yang baik-baik saja. Serta menyelipkan sebuah potret dirinya dengan anak laki-lakinya. Setelah semua yang terjadi, Hassan masih memperlakukan Amir dengan sama.

Kebenaran yang dibawa Rahim tentang ayahnya membuat Amir kalut dan marah. Semakin mengingatkan dosanya pada Hassan — yang sungguh tidak mampu ia lupakan. Kejadian itu dilatar belakangi ketika Afghanistan dikuasai oleh Taliban. Kebenaran dan harapan yang diucapkan oleh Rahim Khan yang kemudian membawa Amir untuk kembali ke Kabul. Menebus semua dosanya pada Hassan. Bertemu dengan Assef yang sungguh tak terduga, mengingatkan Assef akan janji masa lalunya. Amir pulang ke Amerika tidak hanya seorang diri tetapi berdua dengan seseorang yang menyelamatkannya dari Assef, sekaligus sebagai wujud dari penebusan dosanya.

Terimakasih, Khaled Hosseini… Buku ini luar biasa menyentuh dan penuh dengan pesan moral. Diksi yang dipilih bener-bener bikin imajinasi semakin liar. Alurnya cantik banget. Highly recommend this book^…^

#havefunreading

--

--

No responses yet